Latest News
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 03 Juli 2015

Ketahuilah Berbagi Bukan Bertransaks


MERUJUK pada surat al-Kahf [18] ayat 32-36, Rasulullah Saw diperintahkan menyampaikan sebuah perumpamaan tentang dua orang laki-laki, yang salah satunya dikaruniai Allah kebun anggur. Kebun anggur itu tumbuh subur dikelilingi pepohonan kurma. Dan di antaranya dialirkan pula sungai, sehingga kedua kebun itu pun selalu berbuah.

Kemudian dengan kekayaannya yang besar itu, si pemilik kebun berujar pada temannya tadi, “Hartaku lebih banyak dari hartamu dan pengikutku lebih kuat.” Laludengan sikap angkuh dia memasuki kebunnya, seraya berucap, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku kirahari kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari ini.”

Demikian, saudaraku. Ada sebagian orang yang lupa. Ketika dia sudah meraih apa yang diusahakannya, maka dia pun akan mengklaim kalau semua yang dia dapatkan itu sebagai hasil kerja kerasnya sendiri.

Seperti ada yang berkata, “Enak saja! Saya capek-capek kerja, dia tinggal minta.” Meskipun percaya adanya akhirat, dia tetap angkuh. Beranggapan bahwa dirinya pasti mendapat tempat di akhirat yang lebih baik di banding kebun-kebunnya itu.

Orang yang begitu tidak mengenal al-Wahhaab, Allah Yang Mahapemberi. Allah yang menciptakan dan menjamin kesinambungan hidup kita. Allah yang terus memberi nikmat kecukupan kepada kita, walaupun kita tidak memintanya. Karena memang amat banyak yang kita perlukan tapi kita tidak mengetahuinya, kecuali hanya sedikit saja.

Nikmat pertama kita adalah nikmat diciptakan sebagai manusia. Seperti kata teman si pemilik kebun tadi.”Apakah engkau ingkar kepada Tuhan yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikanmu seorang laki-laki yang sempurna?“(QS. al-Kahf [18]: 37).

Nah, jangan sampai kita menjadi seperti pemilik kebun itu. Supaya kita tidak angkuh atau ingkar ketika memperoleh suatu karunia, baik berupa harta maupun ilmu dan karunia lainnya. Maka,salah satu jalannya adalah kita harus mengambil hikmah dari asma Allah, al-Wahhaab. Yakni dengan gemar dan ikhlas berbagi.

Allah Yang Mahapemberi. Dan Allah memberi tidak untuk mendapatkan sesuatu. “Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.” (QS. an-Naml [27]: 40).

Oleh sebab itu, tidak ada satu punmanusia yang boleh menyandang nama al-Wahhaab. Karena makhluk seperti kita, sehebat-hebatnya pemberian baru sampai pada tingkat murah hati. Saat kita memberi, pasti ada sesuatunya. Pasti ada tujuan, maksud, maupun alasan di balik pemberian kita. Tidak mungkin tidak ada.

Dengan demikian, yang harus kita tanamkan adalah keikhlasan. Ikhlas yang kita bulatkan sebagai niat dibalik pemberian. Kita berbagi hanya karena Allah. Sehingga yang berniat ikhlas inilah yang sebetulnya baru bisa disebut berbagi atau memberi. Sisanya tidak.

Memang, ikhlas itu ada tiga tingkatan. Pastinya yang paling top adalah ikhlas yang benar-benar lillaahitala. Dua lainnya adalah ikhlas pedagang, dan ikhlas hamba sahaya. Kalau ikhlas hamba sahaya, artinya kita memberi karena takut kalau nanti akan diambil paksa oleh Allah. Sedangkan ikhlas pedagang berarti kita memberi dengan harapan Allah akan melipatgandakannya. Keduanya sudah masuk wilayah ikhlas. Sah dan boleh.

Nah, berbagai macam niat atau tujuan yang di luar wilayah ikhlas itu bukanlah pemberian, tapi transaksi. Misalkan seorang bapak ditanya, “Pak, kenapa bapak nyumbang?” Si bapak menjawab, “Habis kalau saya nggak nyumbang, saya dianggap pelit.” Tujuan agar tidak dianggap pelit,ini namanya transaksi.

Sama halnya dengan seorang pemuda yang rajin membelikan harum manis dan permen untuk seorang anak kecil. Itu namanya baru transaksi, karena yang diincar adalah kakaknya. Seperti seorang pedagang yang suka menyuguhkan senyum, minum dan makanan kepada setiap orang yang menghampiri warungnya. Namanya juga transaksi, karena niatnya agar orang susah pergi dan terpaksa membeli.

Atau, ada satu lagi yang lebih halus, tapi juga sudah termasuk transaksi. Contohnya orang yang diam-diam mengantarkan beras ke rumah orang miskin. Lalu dia berkata, “Saya sedang dalam kesulitan, dan ini modal terakhir. Saya ikhlas, yang penting bapak setiap tahajud mendoakan saya.” Tetap transaksi.

Jadi, walaupun ada orang yang terkenal dengan kebaikan dan kedermawanannya, namun dia mengeluarkan uang maupun senyum itu untuk mendapatkan sesuatu dari makhluk, maka semua yang dilakukannya itu hanyalah transaksi. Sebaik dan sedermawan apa pun orang mengenalnya, dia bukanlah orang yang memberi. Dia belum mengenal al-Wahhaab.

Karena apa yang diharapkan dari transaksi tidak selalu yang tampak. Tapi bisa juga berupa yang tidak terlihat. Misalkan ada orang kaya yang menyumbang pembangunan masjid. Lalu oleh teman dan tetangganya, dia disanjung dan dihormati. Dan dia merasakan manisnya pujian itu, sehingga dia terus mengeluarkan uang setiap kali ada kesempatan.

Orang yang seperti itu memang tidak mendapatkan keuntungan finansial. Tapi dia mendapatkan popularitas, sering disebut, diakui, bahkan nama, foto atau patungnya dipajang. Yang begini memiliki kelezatan tersendiri dibanding keuntungan materi. Ini pun sah tergolong transaksi.

Saudaraku. Jangan lupa, kalau dalam sebuah hadis sahih diceritakan tentang tiga orang yang meninggal, lalu bagaimana mereka dihisab. Ada punorang yang disanjung sebagai dermawan adalah orang yang ketiga diperiksa.

Di sana dia ditanya, “Apa saja yang telah kau lakukan?” Orang itu menjawab, “Tidak ada satu saat pun kesempatan bersedekah kecuali saya bersedekah.” Lalu, Allah berfirman: “Dusta kamu!” dan semua malaikat pun mengatakan, “Dusta!, sebetulnya engkau bersedekah bukan karena Allah, tapi karena ingin disebut dermawan, dan sudah engkau dapatkan sebutan itu di dunia.”

Jadi, kalau kita berniat mengeluarkan uang maupun senyum karena ingin disebut sebagai baik dan dermawan, oleh Allah yang mengetahui isi hati kita ditakdirkan saja sesuai dengan keinginan itu. Tapi di akhirat nanti kita akan diseret. Dan kalau kata-katanya sudah pakai diseret, tentu saja bukan masuk surga.

Nah, saudaraku. Jangan sampai kita termasuk orang yang angkuh dan ingkar, karena menganggap apa yang diperoleh sebagai hasil kerja keras sendiri. Mari kita syukuri semua karunia dari Allah Yang Mahapemberi dengan gemar berbagi. Selalu ingat, bahwa perkara berbagi tidak cukup dengan hanya mengeluarkan lewat tangan, tapi juga mengeluarkan tujuan yang tidak asli dari hati kita
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Ketahuilah Berbagi Bukan Bertransaks Rating: 5 Reviewed By: Restu